Jumat, 29 Maret 2013

KH. Soleh Darat (Gurunya Ulama Jawa)


Dimuat di bulletin El-Wijhah Edisi XXV
Oleh : Yahya Ubaidillah
Kategori : Profil

Nama Kyai Haji Soleh Darat memang tidak setenar Para Ulama di Tanah Air sekaliber KH.Nawawi Albantani dan KH.Hasyim Asyari, namun dibalik kemasturan tersebut KH.Soleh Darat merupakan sosok ulama yang memilki andil besar dalam penyebaran Islam di Pantai Utara jawa Khususnnya di Semarang. Murid yang pernah berguru kepadanya adalah KH.Hasyim Asy’ari Pendiri ponpes Tebuireng dan Pendiri Jamiyyah Nahdlatul Ulama {NU) dan KH.Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyyah.
Beliau Bernama Muhammad Saleh lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada sekitar tahun 1820 , ayah beliu bernama KH.Umar sosok ulama yang terkenal pada masa Pengeran Diponegoro. Sejak kecil Kh.Saleh Darat mendapat tempaan ilmu dari Ayahnya yang memang seorang Ulama, setelah dirasa cukup lama belajar dengan ayahnya, KH Saleh Darat melakukan pengembaraan keberbagai tempat dalam menimba ilmu hingga akhirnya Beliau berkesempatan belajar di Mekkah, Disana beliau berguru dengan Ulama -ulama besar diantarnya Syaikh Muhammad Almarqi, Syaikh Muhammad Sulaiman Hasballah, Syaikh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syaikh Zahid, Syaikh Umar Assyani, Syaikh Yusuf Almisri serta Syaikh Jamal Mufti Hanafi dan Kh Saleh Darat bertemu dengan santri -santri yang berasal dari Indonesia antara lain KH Nawawi Al bantani dan KH Muhammad Kholil Al Maduri.
Nama Darat yang disandangnya merupakan sebutan masyarakat untuk menunjukan tempat dimana Kh Saleh tinggal yaitu di kampung darat yang masuk dalam wilayah kelurahan Dadap sari kecamatan Semarang Utara. Sebagaimana Kebiasaan Para ulama dahulu selalu menyebutkan Daerah Asal dibelakang namanya seperti Al Bantani ( Banten), Al Maduri ( Madura ), Al Banjari ( Banjar ) dll, begitu juga dengan Kh Saleh Darat Beliau biasa menggunakan namanya Muhammad Saleh Bin Umar Al Samarani yang bearti dari Semarang.
Sekembalinya menimba ilmu di Mekkah Kh Saleh Darat mengajar di Pondok Pesantren Darat milik mertuanya KH Murtadlo, sejak itu pondok pesantren berkembang dengan pesatnya banyak santri-santri yang berdatangan dari berbagai daerah di pulau jawa untuk menimba ilmu darinya.Di antara murid -murid beliu yang termashur adalah KH.Hasyim Asyari(tebu ireng), Kh.Ahmad Dahlan , Kh Munawir( krapyak Jogja),KH Mahfudz (termas Pacitan ) maka pantas rasanya bila KH Saleh darat disebut sebut sebagai Gurunya Para Ulama di Jawa.
KH Saleh darat banyak menulis kitab-kitab dengan menggunakan bahasa PEGON ( hurup Arab dengan menggunakan Bahasa Jawa) Bahkan Beliau Sempat pula menterjemahkan Alquran dengan menggunakan Hurup Pegon seperti KItab Faid ar-Rahman yang merupakan Tafsir pertama di Nusantara yang ditulis dengan Hurup Pegon, Kitab tersebut dihadiahkan kepada RA Kartini sebagai Kado pernikahannya dengan RM Joyodiningrat yang menjabat sebagai bupati Rembang.
Karya karya beliau lainnya adalah Kitab Majmu’ah asy-Syariah, Al Kafiyah li al-’Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), dan kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya’ ‘Ulum ad-Din karya Imam Al Ghazali, Kitab Al Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Lata’if at-Taharah (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj, Kitab Pasalatan, Tarjamah Sabil Al-’Abid ‘ala Jauharah at-Tauhid, Mursyid al Wajiz, Minhaj al-Atqiya’, Kitab hadis al-Mi’raj, dan Kitab Asrar as-Salah.Hingga kini Karya -karya beliau masih di baca di pondok-pondok pesantren Di jawa.
KH.Saleh daratmeninggal dunia pada tanggal 28 Ramadan 1321 H, atau bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1903 dan di makamkan dikomplek Pemakaman Umum Bergota Semarang.
setiap tanggal 10 Syawal, masyarakat dari berbagai penjuru kota melakukan haul Kiai Saleh Darat di kompleks pemakaman umum Bergota Semarang.

Metamorfosis Ramadhan


Dimuat di bulletin El-Wijhah Edisi XXV
Oleh : M. Zidni Nafi'
Kategori : Laporan Khusus

Seeokor ulat berbulu bergelayut di batang pohon. Sebab terpaan angin, ulat tadi tak mampu bertahan di dahan, hingga akhirnya si ulat bulu terjatuh. Namun arena ia memiliki jaring yang kuat, akhirnya tubuhnya tidak sampai terpelanting jatuh ke tanah. Cukup lama ia bergelayut, sementara angin masih berhembus menerpanya. Pada akhirnya, ulat lucu itu berhasil sampai ke tanah dengan posisi nyaman. Lalu langkahnya berjalan cepat dengan kaki-kakinya yang mungil, tubuhnya tampak bergeliat menggelikan.
Pelan tapi pasti, ulat itu terus naik kembali ke batang pohon,lalu berdiam diri hingga waktu yang cukup lama. Semakin lama ia berubah bentuk menjadi kepompong. Dalam jangka waktu sekitar 2 minggu, ulat yang menggelikan itu menjadi kupu-kupu cantik, imut dan menggelikan. Subhanallah… Sungguh indah makhluk ciptaan Allah. Si ulat bulu tadi menjalani prosedur metamorfosis dengan tertib dan taat. Andai saja ia menjalani prosedur seenaknya sendiri dan masa bodoh dengan prosedurnya, bisa dipastikan akan gagal.
Nah, Ramadhan kali ini hadir sebagai ladang berubah dan memetik manisnya pahala. Setelah niat direncanakan dengan matang, mari saatnya mengikuti prosedur yang ada. Mengapa harus demikian? Sebab itulah aturan main untuk menjadi sang juara sejati.
Allah Ta’ala memerintahkan kepada hambanya yang beriman  untuk berpuasa. Tidak hanya berpuasa untuk menahan haus dahaga, melainkan untuk menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa. Hingga Profesor pakar kimiapun tidak berani membuat eksperimen dengan sembarangan, apalagi tanpa mengikuti takaran yang telah ditentukan kelebihan dan kekurangan bahan yang dapat beresiko tinggi yang tidak diinginkan. Rugi, jika berpuasa tapi perbuatan dilakukan tangan, kaki, mata, telinga, hati dan organ tubuh lainnya masih berbuat maksiat dengan enjoy. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
Artinya : “Banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali haus dan lapar”.
Maha suci Allah yang membentangkan luasnya hamparan pahala di bulan Ramadhan yang penuh berkah dan ridho. Alangkan ruginya bila wadah penampungnya kecil untuk menampung banyaknya curahan pahala. Dan alangkah beruntungnya bila wadah yang disiapkan lebih besar, yaitu dengan totalitas dan maksimal sungguh-sungguh dalam menjalani ibadah yang lebih meningkat dari biasanya.
Sedikit orang yang benar-benar memnfaatkan bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk meraup emas pahala dan menghapus lumuran dosa dengab cara yang benar. Tiada salahnya jika ada peningkatan ibadah di bulan Ramadhan, dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Sebagian kaum muslimin mungkin terjadi salah kaprah. Bulan suci Ramadhan yang semestinya dijadikan ajang untuk meningkatkan ketaqwaan, malah jauh-jauh hari menyusun sederet agenda kegiatan yang dapat merusak konsentrasi ibadah seorang hamba terhadap Tuhannya. Meskipun kadang kali