Jumat, 05 Agustus 2011

Hal Yang Membatalkan Puasa

Dimuat di bulletin El-Wijhah Edisi XXV

Oleh: M. Rifa’i
Kategori: Analisa

Banyak orang-orang beranggapan bahwa puasa adalah hanya menahan dahaga, haus serta hal-hal yang membatalkannya. Anggapan tersebut memang benar, namun disamping itu perlu diketahui bahwa hal-hal yang membatalkan puasa dapat dilihat dari dua segi. Pertama, yaitu dari segi hakikat (yang membatalkan puasa itu sendiri), yaitu orang yang batal puasanya masih berkewajiban untuk meng-qodlo'nya. Hal-hal tersebut diantaranya :
- Menyengaja memasukkan sesuatu kedalam jauf (anggota tubuh yang mempunyai lubang). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ اَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا اَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ    )مُتَّفَقٌ عَلَيْه(
"Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan berpuasa, lalu ia makan atau minum. Maka seyogyanya ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah lah yang memberikan ia makan dan minum.  (HR. Muttafaqun 'alaih)
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa seorang yang berpuasa, lalu ia makan atau minum dalam keadaan lupa maka puasanya tidak batal.
- Muntah  dengan sengaja.
- Bersenggama dengan sengaja.
- Mengeluarkan sperma dengan sengaja seperti onani dan masturbasi.
- Mengeluarkan darah haid.
- Nifas.
- Gila.
- Murtad (keluar dari agama islam).
Kedua, dilihat dari segi  hal yang membatalkan pahala puasa diantaranya ada sebuah hadits mengatakan:
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ اَلْكِذْبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ
"Ada lima hal yang membatalkan puasa yaitu berbohong, ghibah, adu domba, sumpah palsu, melihat (sesuatu) dengan syahwat".
Hadits di  atas menjelaskan hal-hal yang membatalkan pahala puasa, dalam arti orang tersebut kelak tak akan mendapat apa-apa atas puasa yang ia lakukan melainkan, jadi hanya lapar serta haus yang ia peroleh. Rinciannya sebagai berikut :
1.  Berbohong (mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya).
          Terkadang seseorang  tak sadar sedang melakukan kebohongan, baik kecil maupun besar. Perbuatan tersebeut dilakukan sebab tidak dapat menjaga lisan dari perbuatan negatif. Ada sebait nadhom berbunyi :
اِحْفَظْ لِسَانَكَ وَاسْتَعِذْ مِنْ شَرِّهِ  ÷  اِنَّ اللِّسَانَ هُوَ الْعَدُو وَالذَّابِحُ
“Jagalah lisanmu dan minta perlindungalah (kepada Allah) dari kejelekannya. Sesungguhnya mulut adalah musuh yang dapat mencelakakan.”
Banyak orang-orang celaka sebab tak bisa menjaga lisan. Permusuhan dan perkelahian bahkan pembunuhan banyak terjadi karena seseorang tak dapat menjaga lisan dari perkataan-perkataan yang menyinggung perasaan orang lain. Allah menciptakan mulut adalah supaya dipergunakan untuk berdzikir, membaca Al Qur’an serta  memberi nasehat-nasehat yang bermanfaat bagi orang lain. Alangkah baiknya lisan  yang dipergunakan untuk hal-hal demikian. Lebih-lebih dibulan yang suci ini, dimana Allah akan melipat gandakan amal-amal kebaikan.
2. Ghibah (menceritakan kejelekan orang lain).
          Ghibah merupakan perbuatan yang sangat tercela. Sampai- sampai diibaratkan di dalam Al Qur’an  Surat Al Hujurat ayat 12, “bahwa orang-orang menceritakan kejelekan orang lain sama saja orang tersebut memakan daging saudaranya sendiri yang sudah menjadi bangka”i. Introspeksi diri lebih baik daripada membeberkan aib orang lain. Pepatah mengatakan “Gajah dipelupuk mata tak tampak, semut diseberang lautan tampak.”
3. Adu domba.
          Tujuan adu domba tidak lain adalah memecah belah orang-orang yang di adu domba. Perbutan ini diancam oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk itu  tidak akan masuk surga kecuali jika mendapat ampunan dari Allah.
4. Sumpah Palsu.
Di zaman sekarang memegang kejujuran bagaikan menggenggam bara api. Banyak pedagang-pedagang bersilat lidah demi merauk keunntungan yang besar. Cara demi cara dilakukan tidak peduli orang lain rugi dan tak mau tahu apa efek yang ditimbulkan, seperti mengurangi timbangan, mengatakan yang tidak sesuai kenyataan, bahkan ada pula yang sampai bersumpah demi keuntungan.
5. Melihat sesuatu dengat syahwat.
          Manusia merupakan makhluk yang diberi akal dan syahwat yang harus dijaga dari perbuatan-perbuatan negatif. Rasulullah pernah ditanya para Sahabat nabi mengenai jihad. “Wahai rasul jihad apakah yang paling berat? Lalu Rasulullah menjawab, jihad yang paling berat adalah jihad memerangi nafsu”. Meskipun berat tapi harus tetap diperangi dengan meminta perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari nafsu yang mengajak kepada kemaksiatan.
Kelima hal tersebut dapat membatalkan pahala puasa. Sungguh kerugian besar bagi orang-orang yang berpuasa tapi masih melakukan kemaksiatan-kemaksiatan. Kelak tak akan mendapat apa-apa kecuali lapar dan haus. Semoga dengan ini kita mampu meraup berjuta-juta manisnya pahala di bulan Ramadhan. Amin.

Referensi : Syarah Bidayatul Hidayah





Kamis, 04 Agustus 2011

Ramadhan... Delima Rukyah Dan Hisab

Dimuat di bulletin El-Wijhah Edisi XIX
Oleh : Ikhwal
Kategori : Laporan Utama

Jujurlah  pada dirimu sendiri mengapa kamu selalu mengatakan bahwa Ramadhan adalah bulan penuh ampunan.
Apakah hanya menirukan nabi ataukah dosa-dosa dan harapanmu yang berlebihanlah yang menggerakkan lidahmu berucap begitu.
Ramadhan adalah bulan antara dirimu dan Tuhanmu, darimu hanya untuknya (ramadhan), dan dia sendiri tak ada yang tahu apa yang akan dianugerahkanya kepadamu, semua yang khusus untuknya, khusus untukmu.
Ramadhan adalah bulan-Nya yang diserahkan-Nya kepadamu, dan bulan, serahkanlah semata-mata hanya pada-Nya.
Bersucilah untuk-Nya, bershalatlah untuk-Nya, berpuasalah untuk-Nya, berjuanglah melawan dirimu sendiri untuk-Nya.
Penggalan puisi dari Gus Mus tersebut sedikit memproyeksikan bagaimana menyikapi bulan Ramadhan di mata manusia awam, karena memang sesungguhnya Ramadhan adalah bulan antara diri manusia dan penciptanya.
Puasa merupan amalan yang wajib dijalankan ketika  bulan Ramadhan, yaitu ibadah yang tidak dapat diketahui orang lain, selain diri  sendiri dan penciptanya.
Sebagaimana yang telah tersirat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ مَا شَاءَ اللَّهُ يَقُولُ اللَّهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
حاشية السندي على ابن ماجه -ج 3 / ص 411)
Artinya: “Tiap-tiap amal anak cucu adam, akan dilipatkan kebagusannya sepuluh kali  hingga sampai tujuh ratus kali lipat kebagusannya, sesuai apa yang dikehendaki Allah. Allah berfirman, kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa tersebut untuk Aku, dan Akulah yang membalasnya”.
Pengenalan Ramadhan
Menurut arti etimologi Ramdhan berasal dari bahasa arab romidho yang berarti musim panas, karena bulan Ramadhan biasanya bertepatan dengan musim panas. Di Timur Tengah, para masyarakatnya biasanya menyambut bulan ramadhan dengan penuh keceriaan, hal tersebut diindikasikan dengan dihidupkannya lampu-lampu untuk menunjukkan bahwa bulan Ramadhan telah tiba.
Beda halnya dengan di Indonesia, biasanya masyarakat Indonesia menyambut bulan Ramadhan dengan pergi ke makam para ahli kuburnya untuk mendoakan agar dosa para ahli kubur tersebut diampuni. Lalu bagaimana mengetahui hari awal bulan Ramadhan? Untuk penetapan awal bulan Ramadhan harus melewati beberapa prosedur, yaitu harus ada wujud rukyah (melihat bulan) yang dilakukan oleh satu orang adil dan ada proses tazkiyyah (pembersihan) yang artinya dua orang yang menjadi saksi terhadap rukyah tersebut harus benar-benar adil, dan harus ada sidang  isbat (penetapan dari pemerintah) bahwa akan datangnya bulan Ramadhan. Sesuai dengan hadist yang berbunyi :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ
فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 148)
Artinya : “Berpuasalah kalian semua, karena terlihatnya hilal, dan janganlah berpuasa karena terlihatnya hilal dan apabila terhalang-halangi dengan mendung, maka jumlah hari bulan Sya’ban sampurnakanlah”.
Beberapa Kontroversi dalam Ramadhan
            Ketika  bulan Ramadhan, kebanyakan orang masih memperselisihkan tentang penetapan awal bulan dan rakaat dalam shalat tarawih, sampai-sampai terjadi perbedaan diantara umat Islam.
Mengenai penetapan awal bulan, menurut  Bapak Muhammad Naf’an, seorang staf pengajar di madrasah Qudsiyyah, beliau berpendapat bahwa penetapan awal Ramadhan itu memakai sistem rukyah dan hisab. Tetapi yang  diunggulkan adsalah sistem rukyahnya. Namun  ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa ketika bertentangan antara rukyah dan hisab, maka lebih diunggulkan rukyahnya, tapi seingat beliau qoul tersebut dhoif.  Jadi qoul dhoif tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum yang bersifat ibadah.
Menurut perspektif fiqih , ketika ada orang yang melihat hilal dan orang tersebut mempercayai bahwa itu memang benar-benar hilal, maka orang tersebut berkewajiban untuk untuk memulai puasa, tapi kalau sudah ada isbat (penetapan) dari pemerintah maka seluruh rakyatnya wajib mengikuti peraturan pemerintah.
            Sedangkan untuk shalat tarawih, menurut beliau pada aqidah ahlussunnah waljamaah, shalat tarawih itu dilakukan 20 rakaat dan sholat witir 3 rakaat jadi menjadi 23 rakaat. Untuk perdebatan masalah ini, pertentangan tersebut bersifat ijtihad (penetapan).
Melihat sejarah yang ada, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alai wasallam pernah melakukan shalat sunnah saat bulan Ramadhan di masjid, ternyata para Sahabat melihatnya, lalu berbondong-bondong mengikuti shalatnya  Rasulullah, dan memang pada waktu itu Rasulullah melakukan shalat tarawih 11 rakaat. Sehingga pada waktu selanjutnya Rasulullah melakukan shalat tarawih di rumah.
Maka dari itulah menilmbulkan kontroversi, apakah shalat terawih dilakukan 11 atau 23 rakaat, tapi yang jelas Rasulullah pada saat shalat di masjid menggunakan 11 rakaat. Dalam bebarapa hadist ditemukan kalau shalat tarawih dilakukan 23 rakaat, hal ini dapat dilihat dalam kitab kashfuttabareh karangan Mbah Fadhol Sanori.
Sehingga pada waktu sayyidina Abu Bakar belum di legal formalkan, shalat tarawih dilakukan sendiri-sendiri dalam arti belum ada penetapan mengenai rakaat shalat tarawih. Sedangkan pada waktu sayyidina Umar menjadi khalifah, beliau memerintahkan seorang ahlu qurro’ untuk melakukan shalat tarawih di masjid dengan 23 rakaat.
Oleh sebab itu di dalam permasalahan ini dikategorikan sebagai bid’ah, tapi bukan bid’ah dholalah melainkan bid’ah syar’i , sebab bid’ah yang satu ini merupakan bid’ah yang boleh dilakukan.
Hal-hal yang dikira Membatalkan Puasa
            Dalam kasus ini, hal yang dikira membatalkan puasa ternyata tidak membatalkan puasa dan sebaliknya, adalah seperti menggunakan obat mata atau meneteskan obat mata, hal itu ternyata tidak membatalkan puasa. Walaupun rasa obat mata tersebut sampai ke dalam tenggorokan, dikarenakan mata tidak dikategorikan manfat (jalan dalam anggota tubuh yang bisa menerus).
Dan jika flashback kembali ke masa kecil, biasanya orang-orang menganggap kalau maqmadhoh (berkumur) dan ishtinshak (menyedot air ke lubang hidung) membatalkan puasa. Sebenarnya jika selama tidak mubalaghoh (menyerukan) maka tidak membatalkan puasa, walau ada air yang masuk dikarenakan adanya qoidah fiqhiyah الرِّضَى بِالشّيئ رِضَا بِمَا يَتَوَلَّدُ مِنْهُ .
Misteri di balik datangnya bulan yang penuh berkah tersebut memang luar biasa, dan merupakan anugerah dari yang Maha Esa kepada ciptaannya, supaya dapat lebih meningkatkan ketaqwaan. Sebagai ciptaan dari yang Maha menghidupkan dan mematikan, seharusnya bukan hanya menghormati akan datangnya bulan tersebut dengan istirahat maksiat sementara, tapi alangkah baiknya jika terus berlatih untuk meninggalkan maksiat, dan berusaha untuk lebih dapat bertaqwa kepada Ilahi robbi.